Kamis, 05 September 2013
Pengolahan Limbah Industri Tekstil
BAB I
PENDAHULUAN
Latar
Belakang Masalah
Sebagai Negara yang sedang
berkembang, Indonesia mengandalkan sector industri. Industri yang diandalkan
salah satunya adalah industri tekstil. Dalam proses industri tekstil limbah
pastiakan dihasilkan.Selain itu proses industri tekstil membawa dampak, yakni
adanya limbah cair yang berasaldari proses industri tekstil. Limbah cair
menimbulkan polusi air yang menyebabkan ekosistem diperairan menjadi tidak
seimbang. Tujuan pengelolaan limbah adalah untuk meminimalkan limbah yang
dihasilkan agar tidak mencemari air serta menurunkan kadar bahan pencemar yang
terkandung didalamnya hingga limbah cair memenuhi syarat untuk dapat dibuang.
Memanfaatkan kembali sisa-sisa limbah padat dan cair yakni seperti sisa minyak
dan sisa kain juga dapat dilakukan agar tidak menambah penghasilan sampah.
Jadi, limbah tekstil cair selain menyebabkan ekosistem di perairan menjadi
tidak seimbang juga menghasilkan limbah cair yang menimbulkan polusi air.
Di sisi lain, pembangunan industri tekstil yang kebanyakan
terletak di daerah aliransungai (DAS) telah menimbulkan dampak negatif bagi
masyarakat sekitar dan lingkungan. Kebanyakan industri tekstil di Indonesia
belum mengoptimalkan instalasi pengolahanlimbahnya, kebanyakan industri tersebut
membuang limbahnya pada DAS. Hal tersebut tentu saja dapat mengurangi kualitas
lingkungan, khususnya air dan tanah. Permasalahan yang timbul akibat buangan
limbah industi tersebut umumnya meliputi masalah Biochemical Oxygen Demand
(BOD), Chemical Oxygen Demand (COD), Total Suspended Solid (TSS),
dan logam berat seperti Co, Cr, dan Zn yang berada dalam konsentrasi yang
sangat tinggi dan bahkan melebihi konsentrasi ambang batas yang diperbolehkan
menurut KEPMENKLH No.4 th. 2002.
Oleh karena itu, sebelum dibuang ke DAS, limbah industri tersebut
harus diolah sehingga konsentrasi COD, BOD, TSS, dan logam berat menjadi turun.
1.
Rumusan
Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah pada makalah ini
adalah :
1.
Apa pengertian dari limbah tekstil ?
2.
Darimana sumber limbah industry tekstil tersebut ?
3.
Bagaimana jenis dan penggolongan limbah industry
tekstil?
4.
Bagaimana karakteritik limbah industry tekstil?
5.
Bagaimana metode pengolahan limbah industry tekstil ?
6.
Bagaimana pemanfaatan limbah industry tekstil?
2.
Tujuan
Adapun tujuan yang ingin dicapai pada pembuatan
makalah ini adalah :
1.
Dapat mengetahui pengertian dari limbah tekstil.
2.
Dapat mengetahui sumber limbah industri
tersebut.
3.
Dapat mengetahui jenisdan penggolongan limbah
industri tekstil.
4.
Dapat mengetahui karakteristik limbah industri
tekstil.
5.
Dapat mengetahui metode pengolahan limbah
industri tekstil.
3.
Manfaat
Manfaat dari makalah penelitian ini adalah :
1. Menyelesaikan
salah satu tugas kuliah.
2. Memberikan
penjelasan bahaya akan limbah cair industri tekstil.
3. Menyadarkan
masyarakat akan pentingnya kesadaran lingkungan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. APAKAH LIMBAH TEKSTIL ITU ?
Limbah tekstil merupakan limbah yang dihasilkan dalam proses pengkanjian,
proses penghilangan kanji, penggelantangan, pemasakan, merserisasi, pewarnaan,
pencetakan dan proses penyempurnaan. Proses penyempurnaan kapas menghasil kan
limbah yang lebih banyak dan lebih kuat dari pada limbah dari proses
penyempurnaan bahan sistesis.
Oktavia (2011) mengatakan bahwa
“Gabungan air
limbah pabrik tekstil di Indonesia rata-rata mengandung 750 mg/l padatan
tersuspensi dan 500 mg/l BOD. Perbandingan COD : BOD adalah dalam kisaran 1,5 :
1 sampai 3 : 1. Pabrik serat alam menghasilkan beban yang lebih besar. Beban
tiap ton produk lebih besar untuk operasi kecil dibandingkan dengan operasi
modern yang besar, berkisar dari 25 kg BOD/ton produk sampai 100 kg BOD/ton.
Informasi tentang banyaknya limbah produksi kecil batik tradisional belum
ditemukan.”
B. Sumber Limbah Industri Tekstil
Di Indonesia industry tekstil
merupakan salah satu penghasil devisa Negara. Dalam melakukan kegiatannya
industry besar maupun kecil membutuhkan banyak air dan bahan kimia yang
digunakan antara lain dalam proses pelenturan, pewarnaan dan pemutihan. Salah
satu proses penting dalam produksi garmen adalah proses pencucian atau laundry
yang dapat disebut juga sebagai proses akhir dalam produksi garmen yaitu dengan
cara pelenturan warna asli dan pemberian warna baru yang diinginkan. Terutama
dalam produk jeans, hasil pencucian akan menjadi kunci keberhasilan produk tersebut,
karena efek dari pencucian itu akan menjadi pertimbangan utama dalam
menentukan harga jualnya dipasaran.
Limbah dan emisi merupakan non
product output dari kegiatan industri tekstil. Khusus industri tekstil yang
di dalam proses produksinya mempunyai unit Finishing- Pewarnaan (dyeing)
mempunyai potensi sebagai penyebab pencemaran air dengan kandungan amoniak yang
tinggi. Pihak industri pada umumnya masih melakukan upaya pengelolaan
lingkungan dengan melakukan pengolahan limbah (treatment). Dengan
membangun instalasi pengolah limbah memerlukan biaya yang tidak sedikit dan
selanjutnya pihak industri juga harus mengeluarkan biaya operasional agar
buangan dapat memenuhi baku mutu. Untuk saat ini pengolahan limbah pada
beberapa industri tekstil belum menyelesaikan penanganan limbah industri.
Air limbah yang dibuang begitu saja
ke lingkungan menyebabkan pencemaran, antara lain menyebabkan polusi
sumber-sumber air seperti sungai, danau, sumber mata air, dan sumur. Limbah
cair mendapat perhatian yang lebih serius dibandingkan bentuk limbah yang lain
karena limbah cair dapat menimbulkan pencemaran lingkungan dalam bentuk
pencemaran fisik, pencemaran kimia, pencemaran biologis dan pencemaran
radioaktif.
Limbah tekstil merupakan limbah cair
dominan yang dihasilkan industri tekstil karena terjadi proses pemberian warna
(dyeing) yang di samping memerlukan bahan kimia juga memerlukan air sebagai
media pelarut. Industri tekstil merupakan suatu industri yang bergerak dibidang
garmen dengan mengolah kapas atau serat sintetik menjadi kain melalui tahapan
proses : Spinning (Pemintalan) dan Weaving (Penenunan).Limbah industri tekstil
tergolong limbah cair dari proses pewarnaan yang merupakan senyawa kimia
sintetis, mempunyai kekuatan pencemar yang kuat. Bahan pewarna tersebut telah
terbukti mampu mencemari lingkungan.Zat warna tekstil merupakan semua zat warna
yang mempunyai kemampuan untuk diserap oleh serat tekstil dan mudah dihilangkan
warna (kromofor) dan gugus yang dapat mengadakan ikatan dengan serat tekstil
(auksokrom).
Zat warna tekstil merupakan gabungan
dari senyawa organik tidak jenuh, kromofor dan auksokrom sebagai pengaktif
kerja kromofor dan pengikat antara warna dengan serat. Limbah air yang
bersumber dari pabrik yang biasanya banyak menggunakan air dalam proses
produksinya. Di samping itu ada pula bahan baku yang mengandung air sehingga
dalam proses pengolahannya air tersebut harus dibuang.
Lingkungan yang tercemar akan
mengganggu kelangsungan hidup makhluk hidup disekitarnya baik secara langsung
maupun tidak langsung. Dalam kegiatan industri, air yang telah digunakan (air
limbah industri) tidak boleh langsung dibuang ke lingkungan, tetapi air limbah
industri harus mengalami proses pengolahan sehingga dapat digunakan lagi atau
dibuang ke lingkungan tanpa menyebabkan pencemaran. Proses pengolahan air
limbah industri adalah salah satu syarat yang harus dimiliki oleh industri yang
berwawasan lingkungan.
Larutan penghilang kanji biasanya
langsung dibuang dan ini mengandung zat kimia pengkanji dan penghilang kanji
pati, PVA, CMC, enzim, asam. Penghilangan kanji biasanya memberikan BOD paling
banyak dibanding dengan proses-proses lain. Pemasakan dan merserisasi kapas
serta pemucatan semua kain adalah sumber limbah cair yang penting, yang
menghasilkan asam, basa, COD, BOD, padatan tersuspensi dan zat-zat kimia.
Proses-proses ini menghasilkan limbah cair dengan volume besar, pH yang sangat
bervariasi dan beban pencemaran yang tergantung pada proses dan zat kimia yang
digunakan. Pewarnaan dan pembilasan menghasilkan air limbah yang berwarna
dengan COD tinggi dan bahan-bahan lain dari zat warna yang dipakai, seperti
fenol dan logam.Di Indonesia zat warna berdasar logam (krom) tidak banyak
dipakai. Proses pencetakan menghasilkan limbah yang lebih sedikit daripada
pewarnaan.
C. Jenis dan Penggolongan Limbah Industri Tekstil
Pencemaran lingkungan akibat
industry tekstil adalah berupa pencemaran debu yang dihasilkan dari penggunaan
mesin berkecepatan tinggi dan limbah cair yang berasal dari tumpahan dan air
cucian tempat pencelupan larutan kanji dan proses pewarnaan. Zat warna tekstil
merupakan gabungan dari senyawa organic tidak jenuh, kromofor, dan auksokrom
sebagai pengaktif kerja kromofor dan pengikat antara warna dengan serat.
Kandungan limbah yang dihasilkan dari proses pewarnaan tergantung pada pewarna
yang digunakan. Limbah-limbah yang dihasilkan suatu industry, akan dialirkan ke
kolam-kolam penampungan dan selanjutnya dibuang ke sungai. Limbah tekstil
merupakan limbah yang dihasilkan dalam proses pengkanjian, penghilangan kanji,
penggelantangan, pemasakan, merserisasi, pewarnaan, pencetakan dan proses
penyempurnaan.
Andinurina (2012) mengatakan bahwa
“Gabungan air limbah pabrik tekstil di
Indonesia rata-rata mengandung 750 mg/l padatan tersuspensi dan 500 mg/l BOD.
Perbandingan COD : BOD adalah dalam kisaran 1,5:1 sampai 3 : 1. Pabrik serat
alam menghasilkan beban yang lebih besar. Beban tiap ton produk lebih besar
untuk operasi kecil dibandingkan dengan operasi modern yang besar, berkisar
dari 25 kg BOD/ton produk sampai 100 kg BOD/ton. Informasi tentang banyaknya
limbah produksi kecil batik tradisional belum ditemukan.”
Jenis-jenis limbah :
1. Logam berat terutama As, Cd, Cr, Pb, Cu, Zn.
2. Hidrokarbon terhalogenasi (dari proses dressing dan
finishing)
3. Pigmen, zat warna dan pelarut organic
4. Tensioactive (surfactant)
Terjadinya pencemaran air, akan
menggangu kehidupan ikan-ikan yang ada di dalamnya, menurunnya kualitan
perairan, sehingga daya dukung perairan tersebut terhadap organisme akuatik
yang hidup di dalamnya akan turun. Masalah pencemaran air menimbulkan berbagai
akibat, baik yang bersifat biologic, fisik maupun kimia.
Penggolongan Zat Warna
Zat warna dapat digolongkan menurut
sumber diperolehnya yaitu zat warna alam dan zat warna sintetik.Van Croft
menggolongkan zat warna berdasarkan pemakaiannya, misalnya zat warna yang
langsung dapat mewarnai serat disebutnya sebagai zat warna substantif dan zat
warna yang memerlukan zat-zat pembantu supaya dapat mewarnai serat disebut zat
reaktif.Kemudian Henneck membagi zat warna menjadi dua bagian menurut warna
yang ditimbulkannya, yakni zat warna monogenetik apabila memberikan hanya satu
warna dan zat warna poligenatik apabila dapat memberikan beberapa warna.
Penggolongan zat warna yang lebih umum dikenal adalah berdasarkan konstitusi
(struktur molekul) dan berdasarkan aplikasi (cara pewarnaannya) pada bahan,
misalnya didalam pencelupan dan pencapan bahan tekstil, kulit, kertas dan
bahan-bahan lain.
Penggolongan zat warna menurut
“Colours Index” volume 3, yang terutama menggolongkan atas dasar sistem
kromofor yang berbeda misalnya zat warna Azo, Antrakuinon, Ftalosia, Nitroso,
Indigo, Benzodifuran, Okazin, Polimetil, Di- dan Tri-Aril Karbonium,
Poliksilik, Aromatik Karbonil, Quionftalen, Sulfer, Nitro, Nitrosol dan
lain-lain.
Zat warna Azo merupakan jenis zat warna sistetis yang
cukup penting. Lebih dari 50% zat warna dalam daftar Color Index adalah jenis
zat warna azo. Zat warna azo mempunyai sistem kromofor dari gugus azo (-N=N-)
yang berikatan dengan gugus aromatik. Lingkungan zat warna azo sangat luas,
dari warna kuning, merah, jingga, biru AL (Navy Blue), violet dan hitam, hanya
warna hijau yang sangat terbatas.
Penggolongan lain yang biasa
digunakan terutama pada proses pencelupan dan pencapan pada industri tekstil
adalah penggolongan berdasarkan aplikasi (cara pewarnaan). Zat warna tersebut
dapat digolongkan sebagai zat warna asam, basa, direk, dispersi, pigmen,
reaktif, solven, belerang , bejana dan lain-lain.
Dari uraian di atas jelaslah bahwa
tiap-tiap jenis zat warna mempunyai kegunaan tertentu dan sifat-sifatnya
tertentu pula. Pemilihan zat warna yang akan dipakai bergantung pada bermacam
faktor antara lain : jenis serat yang akan diwarnai, macam wana yang dipilih
dan warna-warna yang tersedia, tahan lunturnya dan peralatan produksi yang
tersedia.
Jenis yang paling banyak digunakan
saat ini adalah zat warna reaktif dan zat warna dispersi.Hal ini disebabkan
produksi bahan tekstil dewasa ini adalah serat sintetik seperti serat polamida,
poliester dan poliakrilat.Bahan tekstil sintetik ini, terutama serat poliester,
kebanyakan hanya dapat dicelup dengan zat warna dispersi.Demikian juga untuk
zat warna reaktif yang dapat mewarnai bahan kapas dengan baik.
Zat Warna Reaktif
Dalam daftar “Color Index” golongan
zat warna yang terbesar jumlahnya adalah zat warna azo, dan dari zat warna yang
berkromofor azo ini yang paling banyak adalah zat warna reaktif zat warna
reaktif ini banyak digunakan dalam proses pencelupan bahan tekstil.
Kromofor zat warna reaktif biasanya
merupakan sistem azo dan antrakuinon dengan berat molekul relatif kecil.Daya
serap terhadap serat tidak besar.Sehingga zat warna yang tidak bereaksi dengan
serat mudah dihilangkan.Gugus-gugus penghubung dapat mempengaruhi daya serap
dan ketahanan lat wama terhadap asam atau basa.Gugus-gugus reaktif merupakan
bagian-bagian dari zat warna yang mudah lepas.Dengan lepasnya gugus reaktif
ini, zat warna menjadi mudah bereaksi dengan serat kain.Pada umumnya agar
reaksi dapat berjalan dengan baik maka diperlukan penambahan alkali atau asam
sehingga mencapai pH tertentu.
Disamping terjadinya reaksi antara
zat warna dengan serat membentuk ikatan primer kovalen yang merupakan ikatan
pseudo ester atau eter, molekul air pun dapat juga mengadakan reaksi hidrolisa
dengan molekul zat warna, dengan memberikan komponen zat warna yang tidak
reaktif lagi. Reaksi hidrolisa tersebut akan bertambah cepat dengan kenaikan
temperatur.
Selulosa mempunyai gugus alkohol
primer dan sekunder yang keduanya mampu mengadakan reaksi dengan zat warna
reaktif.Tetapi kecepatan reaktif alkohol primer jauh lebih tinggi daripada
alkohol sekunder.Mekanisme reaksi pada umumnya dapat digambarkan sebagai
penyerapan unsur positif pada zat warna reaktif terhadap gugus hidroksil pada
selulosa yang terionisasi.Agar dapat bereaksi zat warna memerlukan penambahan
alkali yang berguna untuk mengatur suasana yang cocok untuk bereaksi, mendorong
pembentukan ion selulosa dan menetralkan asam-asam hasil reaksi
D. Karakteristik Limbah Industri Tekstil
Karakteristik Air Limbah :
Karakteristik air limbah dapat
dibagi menjadi tiga yaitu:
1.
Karakteristik Fisika
Karakteristik fisika ini terdiri daribeberapa
parameter, diantaranya :
a. Total Solid (TS)
Merupakan padatan didalam air yang terdiri
dari bahan organik maupun anorganik yang larut, mengendap,atau tersuspensi
dalam air.
b. Total
Suspended Solid (TSS)
Merupakan jumlah berat dalam
mg/lkering lumpur yang ada didalam air
limbah setelah mengalami penyaringan dengan membran
berukuran 0,45 mikron.
c. Warna.
Pada dasarnya air bersih tidak berwarna,
tetapi seiring dengan waktu dan menigkatnya kondisi anaerob, warna limbah
berubah dari yang abu–abu menjadi kehitaman.
d. Kekeruhan
Kekeuhan disebabkan oleh zat padat
tersuspensi, baik yang bersifat organik maupun anorganik.
e. Temperatur
Merupakan parameter yang sangat
penting dikarenakan efeknya terhadap reaksi kimia, laju reaksi, kehidupan
organisme air dan penggunaan air untuk berbagai aktivitas sehari – hari.
f. Bau
Disebabkan oleh udara yang
dihasilkan pada proses dekomposisi materi atau penambahan substansi pada
limbah. Pengendalian bau sangat penting karena terkait dengan masalah estetika.
2.
Karateristik Kimia
a. Biological Oxygen Demand (BOD)
Menunjukkan jumlah oksigen terlarut
yang dibutuhkan oleh organisme hidup untuk menguraikan atau mengoksidasi bahan–bahan
buangan di dalam air
b. Chemical Oxygen Demand (COD)
Merupakan jumlah kebutuhan oksigen
dalam air untuk proses reaksi secara kimia guna menguraikan unsur pencemar yang
ada. COD dinyatakan dalam ppm (part per milion) atau ml O2/ liter.(Alaerts
dan Santika, 1984).
c. Dissolved Oxygen (DO)
adalah kadar oksigen terlarut yang
dibutuhkan untuk respirasi aerob mikroorganisme. DO di dalam air sangat
tergantung pada temperature dan salinitas.
d. Ammonia (NH3)
Ammonia adalah penyebab iritasi dan
korosi, meningkatkan pertumbuhan mikroorganisme dan mengganggu proses
desinfeksi dengan chlor (Soemirat, 1994). Ammonia terdapat dalam larutan
dan dapat berupa senyawa ion ammonium atau ammonia.tergantung pada pH larutan.
e.Sulfida
Sulfat direduksi menjadi sulfida
dalam sludge digester dan dapat mengganggu proses pengolahan limbah
secara biologi jika konsentrasinya melebihi 200 mg/L. Gas H2S bersifat korosif
terhadap pipa dan dapat merusak mesin.
f. Fenol
Fenol mudah masuk
lewat kulit.Keracunan kronis menimbulkan gejala gastero intestinal,
sulit menelan, dan hipersalivasi, kerusakan ginjal dan hati, serta dapat
menimbulkan kematian).
g. Derajat keasaman (pH)
pH dapat mempengaruhi kehidupan
biologi dalam air. Bila terlalu rendah atau terlalu tinggi dapat mematikan
kehidupan mikroorganisme.Ph normal untuk kehidupan air adalah 6–8.
h. Logam Berat
Logam berat bila konsentrasinya
berlebih dapat bersifat toksik sehingga diperlukan pengukuran dan pengolahan
limbah yang mengandung logam berat.
Logam berat dapat masuk ke dalam tubuh manusia yang
dalam skala tertentu membantu kinerja metabolisme tubuh dan mempunyai potensi
racun jika memiliki konsentrasi yang terlalu tinggi. Berdasarkan sifat racunnya
logam berat dapat dibagi menjadi 3 golongan :
1. Sangat
beracun
dapat mengakibatkan kematian atau
gangguan kesehatan yang tidak pulih dalam jangka waktu singkat, logam tersebut
antara lain : Pb,Hg, Cd, Cr, As, Sb, Ti dan U.
2. Moderat
mengakibatkan gangguan kesehatan baik yang
dapat pulih maupun yang tidak dapat pulih dalam jangka waktu yang relatif lama,
logam tersebut antara lain : Ba, Be, Au, Li, Mn, Sc, Te, Va, Co dan Rb.
3. Kurang
beracun
namun dalam jumlah yang besar logam ini dapat
menimbulkan gangguan kesehatan antara lain :Bi, Fe, Mg, Ni, Ag, Ti dan Zn .
3. Karakteristik Biologi
Karakteristik biologi digunakan
untuk mengukur kualitas air terutama air yangdikonsumsi sebagai air minum dan
air bersih.Parameter yang biasa digunakan adalah banyaknya mikroorganisme yang
terkandung dalam air limbah.
Penentuan kualitas biologi
ditentukan oleh kehadiran mikroorganisme terlarut dalam air seperti kandungan
bakteri, algae, cacing, serta plankton.penentuan kualitas mikroorganisme
dilatarbelakangi dasar pemikiran bahwa air tersebut tidak akan membahayakan kesehatan.
Dalam konteks ini maka penentuan kualitas biologi air didasarkan pada analisis
kehadiran mikroorganisme indikator pencemaran.
Faktor-faktor yang mempengaruhi
jumlah dan jenis mikroorganisme yang terdapat di dalam air yaitu :
1.
Sumber air
Jumlah dan jenis mikroorganisme di
dalam air dipengaruhi oleh sumber seperti air hujan, air permukaan, air tanah,
air laut dan sebagainya.
2.
Komponen nutrien dalam air
Secara alamiah air mengandung
mineral-mineral yang cukup untuk kehidupan mikroorganisme yang dibutuhkan oleh
spesies mikroorganisme tertentu.
3.
Komponen beracun
Terdapat di dalam air akan
mempengaruhi jumlah dan jenis mikroorganisme yang terdapat di dalam air.
Sebagai contoh asam-asam organik dan anorganik, khlorin dapat membunuh
mikroorganisme dan kehidupan lainnya di dalam air.
4.
Organisme air
Adanya organisme di dalam air dapat
mempengaruhi jumlah dan jenis mikroorganisme air, seperti protozoa dan plankton
dapat membunuh bakteri.
5.
Faktor fisik
Faktor fisik seperti suhu, pH,
tekanan osmotik, tekanan hidrostatik, aerasi, dan penetrasi sinar matahari
dapat mempengaruhi jumlah dan jenis mikroorganisme yang terapat di dalam air.
E. Metode
Pengolahan Limbah Industri Tekstil
Dalam
mengolah air limbah tekstil, dilakukan 3 proses, yaitu:
Proses
Pre-Treatment : Proses ini bertujuan mengkondisikan karakteristik air limbah
yang akan diolah, mulai dari : penyaringan partikel kasar, penghilangan warna (decolouring),
equalisasi (penyeimbangan debit), penyaringan halus, dan penyesuaian suhu.
Proses Primer
: Dalam proses ini dilakukan main treatment (pengolahan utama), bisa
secara biologis dan diikuti proses pengendapan (sedimentasi).
Proses
Sekunder : Proses ini merupakan tahap lanjutan proses biologi dan sedimentasi
dalam rangka mempersiapkan air limbah olahan memasuki badan air penerima, sesuai
dengan baku mutu yang ditetapkan.
Proses Pre-Treatment
a)
Penyaringan partikel kasar
Tujuan dari
tahap penyaringan partikel kasae ini adalah menahan sisa benang dan kain yang
memungkinkan ada dalam aliran air limbah. Saringan kasar ini berdiameter
50-20 mm. Air limbah yang tidak berwarna bias lanjut ke tanki
berikutnya, sementara air limbah yang berwarna spesifik harus melalui proses
decolouring terlebih dahulu
b)
Penghilangan warna (decolouring),
Fitriani(2012) mengatakan bahwa
“Air limbah yang berwarna akan mengalami
koagulasi dengan koagulan khusus (biasanya FeSO4 – Ferro sulphate, konsentrasi =
600-700 ppm) untuk mengikat warna, lalu air limbah mengalami penyesuaian
pH dengan penambahan kapur (lime, konsentrasi = 150-300 ppm) akibat pencampuran
koagulan Ferro Sulphate sebelumnya. Dan kemudian air limbah masuk ke tangki flokulasi
dengan penambahan polymer (konsentrasi = 0,5-0,2 ppm) sehingga terbentuk
flok-flok yang dapat mengendap dalam tangki sedimentasi.”
c)
Penyesuaian suhu
Penyesuaian
suhu air limbah dari pencelupan/pencapan mutlak dilakukan dalam Cooling
Tower. Karakteristik limbah produksi tekstil umumnya bersuhu 350-400oC,
sehingga Cooling Tower dibutuhkan untuk menurunkan suhu agar kerja bakteri
(proses biologis) dapat optimal.
Proses Primer
a)
Proses Biologis
Apabila
digunakan proses biologis sebagai proses primer pengolahannya, beberapa proses
yang terbukti efektif antara lain : lumpur aktif, laguna aerob, dan parit
oksidasi. Hal ini disebabkan karena sistem dalam bak aerasi ini berjalan
dengan laju aliran rendah dan penggunaan energi rendah sehingga biaya operasi
dan pemeliharaanpun rendah. Untuk memperoleh BOD, COD, DO, Jumlah Padatan
Tersuspensi, Warna dan beberapa parameter lain dengan kadar yang sangat rendah,
telah digunakan pengolahan yang lebih unggul yaitu dengan menggunakan Karbon
Aktif, Saringan Pasir, Penukar Ion dan Penjernihan Kimia.
Parameter-parameter tersebut dijaga kestabilannya sehingga penguraian
polutan dalam limbah oleh bakteri dapat maksimal. Adapun DO, MLSS
dan Suhu yang dibutuhkan bakteri pengurai adalah 0,5-2,5 ppm, 4000-6000, dan
290-300oC.
b)
Proses Sedimentasi,
Bak
sedimentasi didisain sedemikian rupa untuk memudahkan proses pengendapan
partikel dalam air. Biasanya mempunyai bentuk bundar di bagian atas
dan konis/kerucut di bagian bawah. Desain ini untuk
mempermudah pengeluaran endapan lumpur di dasar bak. Sistem return
sludge cukup optimal dilakukan pada pengolahan limbah, sehingga sebagian besar
sludge akan dikembalikan ke bak aerasi. Pemantauan ketinggian endapan
lumpur dari permukaan air dan MLSS selalu dilakukan.
Proses Sekunder
Proses ini
merupakan tahap lanjutan proses biologi dan sedimentasi dalam rangka
mempersiapkan air limbah olahan memasuki badan air penerima, sesua dengan baku
mutu yang ditetapkan. Beberapa parameter yang dicek pada outlet bak
sedimentasi menjadi tolok ukur boleh tidaknya air limbah olahan ini dibuang ke
badan air penerima. Beberapa kasus memerlukan penambahan Aluminium
sulphate Al2(SO4)3 konsentrasi 150-33 ppm,
Polymer konsentrasi 0,5-2,0 ppm dan Antifoam (silicon base) untuk
mengurangi padatan tersuspensi yang masih terdapat dalam air.
F. Pemanfaatan
limbah industry tekstil dapat berupa:
- Industri tekstil tidak banyak menghasilkan banyak limbah padat. Lumpur yang dihasilkan pengolahan limbah secara kimia adalah sumber utama limbah pada pabrik tekstil. Limbah lain yang mungkin perlu ditangani adalah sisa kain, sisa minyak dan lateks. Alternatif pemanfaatan sisa kain adalah dapat digunakan sebagai bahan tas kain yang terdiri dari potongan kain-kain yang tidak terpakai, dapat juga digunakan sebagai isi bantal dan boneka sebagai pengganti dakron.
- Lumpur dari pengolahan fisik atau kimia harus dihilangkan airnya dengan saringan plat atau saringan sabuk (belt filter). Jika pewarna yang dipakai tidak mengandung krom atau logam lain, lumpur dapat ditebarkan diatas tanah.
Andaikan
semua instalasi pengolah limbah dapat berjalan sesuai fungsinya, air yang
diolahnya dapat dibuang ke badan air penerima sesuai baku mutunya, niscaya
kelestarian badan air penerima di sekitar wilayah industry akan terjaga
sehingga daya dukung lingkungan pun terjaga.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hal yang telah dikemukan
sebelumnya maka dapat ditarik beberapa kesimpulan diantaranya :
- Limbah tekstil merupakan limbah yang dihasilkan dalam proses pengkanjian, proses penghilangan kanji, penggelantangan, pemasakan, merserisasi, pewarnaan, pencetakan dan proses penyempurnaan.
- Limbah industri tekstil dihasilkan pada proses atau pembuatan bahan jadi yang dalam proses pembuatannya menggunakan pewarna yang dapat mencemari lingkungan dengan tingkat kereaktifan yang berbeda-beda.
- Karakteristik dari limbah industry tekstil dapat dilihat dari karakteristik kimia, fisik serta biologisnya.
- Umumnya jenis dan golongan limbah industri tekstil hanya bergantung pada jenis zat warna yang digunakan. Zat warna yang sering digunkan dalam proses industry adalah zat warna azo dan turunan dari benzene.
Metode pengolahan limbah
industri tekstil dapat dilakukan dengan proses primer, sekunder dan tersier.
Daftar
Pustaka
Oktavia. 2011. Pengolahan Limbah Industri Tekstil. Artikel. Di unduh pada tangal 26-03-2013melalui http://dwioktavia.wordpress.com/2011/04/14/pengolahan-limbah-industri-tekstil/
Andinurina. 2012. Pencemaran
Air Karna Limbah Industri. Artikel.
Di unduh pada tanggal26-03-2013melalui http://andinurina2.blogspot.com/2012/03/pencemaran-air-karena-limbah-industri.html
Fitriani. 2012. Pengolahan Limbah Pabrik Tekstil dan Catid.
Artikel. Di unduh pada tanggal 27-03-2013 melalui http://bapelkescikarang.or.id/bapelkescikarang/index.php?option=com_content&view=article&id=526:pengolahan-limbah-pabrik-tekstil&catid=39:kesehatan&Itemid=15
Langganan:
Postingan (Atom)